Pelajari cara menghitung PPh Pasal 23 untuk jasa Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP): tarif, aturan tanpa NPWP, langkah e-Bupot, contoh perhitungan, dan tips praktis agar perusahaan Anda tidak terkena denda.
Pengguna jasa Kantor Jasa Penilai Publik sering bingung: berapa besar potongan pajak PPh Pasal 23 untuk jasa penilai?
Berapa Tarif PPh 23 untuk Jasa KJPP?
Mengutip dari laman pajak.go.id Imbalan jasa penilai yang diberikan oleh KJPP termasuk dalam kategori “jasa lain” sehingga dikenai PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto. Jika penerima jasa tidak memiliki NPWP, tarifnya menjadi 4% (empat persen) yaitu dua kali lipat dari tarif normal.
Sementra itu, jumlah bruto berarti keseluruhan imbalan yang dibayarkan kepada penerima jasa sebelum pengurangan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, dasar pemotongan PPh 23 adalah total biaya jasa (fee) yang tercantum pada invoice atau kontrak, kecuali komponen yang memang bukan penghasilan seperti reimbursement yang dapat dibuktikan.
Dasar hukum singkat
Mengutip dari laman bpk.go.id tentang peraturan BPK sebagai dasar hukum tarif PPh 23 untuk KJPP sebagai berikut:
- Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008) menjadi payung hukum PPh Pasal 23.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 menjabarkan jenis-jenis “jasa lain” yang menjadi objek pemotongan, termasuk jasa penilai (appraisal). Dari peraturan inilah tarif 2% atas jasa-jasa tertentu diatur.
Contoh Perhitungan Praktis
Adapun berikut ini akan disajikan contoh perhitungan praktis dan mudah tarif PPh 23 untuk KJPP diantaranya:
- Contoh A — Penerima memiliki NPWP
Fee KJPP: Rp100.000.000 → PPh 23 = 2% × Rp100.000.000 = Rp2.000.000.
Jumlah yang dibayarkan ke penilai setelah pemotongan = Rp98.000.000. - Contoh B — Penerima tidak memiliki NPWP
Fee KJPP: Rp100.000.000 → PPh 23 = 4% × Rp100.000.000 = Rp4.000.000.
Jumlah yang dibayarkan ke penilai = Rp96.000.000.
Gunakan contoh ini sebagai pola untuk semua invoice jasa penilai.
Prosedur administratif: potong, setor, dan lapor
Sebagai pemotong (pihak yang membayar jasa), dikutip dari laman pajak.go.id bukti potongan pajak sebagai berikut:
- Potong pajak sesuai tarif (2% atau 4%).
- Buat bukti potong elektronik melalui aplikasi e-Bupot (e-BUPOT Unifikasi) yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak atau mitra resmi. Sistem e-Bupot otomatis menghasilkan nomor bukti potong dan menghitung besaran PPh.
- Setor PPh yang dipotong: buat kode billing (e-billing) lalu setor ke kas negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya sesuai ketentuan.
- Laporkan SPT Masa PPh 23/26 paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya. Simpan salinan bukti potong dan bukti setor sebagai dokumentasi.
Sebagai catatan: perusahaan yang mewajibkan e-Bupot (misal sering menerbitkan bukti potong) harus mengaktifkan layanan sesuai ketentuan DJP atau melalui mitra resmi.
Komponen biaya: apa yang harus dimasukkan ke bruto?
Masukan komponen yang memang merupakan imbalan jasa (misalnya fee penilaian). Komponen seperti biaya transport atau akomodasi dapat masuk ke bruto jika kontrak menyatakan itu sebagai bagian dari imbalan; tetapi jika bersifat reimbursement dengan bukti pendukung, biasanya tidak menjadi bagian dari dasar pengenaan. Pastikan kontrak dan invoice jelas agar DPP (dasar pengenaan pajak) tidak keliru.
Kesalahan umum dan dampaknya
Namun begitu, Anda juga harus memperhatikan beberapa kesalahan yang sering terjadi ialah sebagai berikut:
- Tidak memotong PPh 23 → perusahaan pemotong berisiko terkena sanksi administratif.
- Salah hitung dasar pengenaan → bisa menimbulkan kekurangan setor dan denda.
- Lupa lapor SPT atau terlambat setor → sanksi administrasi sesuai aturan perpajakan.
Untuk mencegah itu semua, terapkan checklist pemotongan tiap kali menerima invoice jasa penilai: cek NPWP, periksa kontrak, hitung PPh, buat e-Bupot, setor, dan laporkan.
Contoh Studi Kasus

Jasa Outsourcing Dipotong PPh Pasal 23: Cara Perhitungan, Pemotongan, dan Pelaporan (Studi Kasus PT. Karang Putih Sejati Padang) dikutip dari laman padang.ac.id.
Studi kasus ini menampilkan hasil penelitian pada PT. Karang Putih Sejati Padang, menjelaskan dasar hukum, langkah perhitungan yang benar, proses pemotongan hingga pelaporan, serta memberikan contoh praktis yang bisa langsung diterapkan oleh pelaku usaha jasa.
Secara singkat, pemerintah mengenakan PPh Pasal 23 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dari modal, penyerahan jasa, atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan. Jasa outsourcing menyediakan tenaga kerja yang dibayar dalam bentuk upah, honorarium, atau tunjangan, dan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 jika memenuhi kriteria objek pajak.
Penerapan aturan ini penting agar perusahaan mematuhi kewajiban perpajakan, menghindari sanksi, dan mencatat beban pajak dengan benar dalam pembukuan.
Dasar Hukum (ringkas)
Studi dan praktik pemotongan PPh Pasal 23 merujuk pada ketentuan perundang-undangan terkait Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksana (seperti PMK yang mengatur jenis jasa dan kriteria). Dalam penelitian yang menjadi dasar artikel ini, penulis merujuk beberapa undang-undang dan peraturan perpajakan serta sumber resmi Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak harus selalu memeriksa ketentuan terbaru di situs resmi DJP karena pemerintah dapat memperbarui tarif atau kriteria objek.
Metode dan Temuan Utama Studi Kasus (PT. Karang Putih Sejati Padang)
Penelitian yang menjadi sumber artikel ini menggunakan metode deskriptif dengan studi lapangan meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk menguji apakah perhitungan, pemotongan, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT. Karang Putih Sejati Padang telah sesuai dengan ketentuan. Peneliti menyimpulkan bahwa perusahaan telah melakukan perhitungan, pemotongan, dan pelaporan PPh Pasal 23 sesuai dengan tarif serta dasar pengenaan pajak yang berlaku pada saat penelitian berlangsung. Namun, peneliti menekankan perlunya dokumentasi dan pencatatan yang rapi agar bukti potong dan pelaporan e-Bupot selalu lengkap.
Langkah Praktis: Bagaimana Perusahaan Menghitung & Memotong PPh Pasal 23 untuk Jasa Outsourcing
Bagian keuangan atau perpajakan dapat menerapkan langkah-langkah sistematis berikut.
- Identifikasi Jenis Pembayaran
Wajib pajak memastikan bahwa pembayaran yang dilakukan termasuk objek PPh Pasal 23, misalnya untuk jasa manajemen, konsultan, atau tenaga kerja outsourcing yang fakturnya masuk kategori objek PPh 23. Jika ragu, cek kriteria pada peraturan terkait. - Periksa Status Wajib Pajak Penerima
Pemotongan PPh Pasal 23 berlaku terhadap Wajib Pajak dalam negeri/bentuk usaha tetap. Catat NPWP penerima karena tarif sering berbeda jika penerima tidak memiliki NPWP. - Tentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Umumnya wajib pajak menetapkan DPP sebagai jumlah bruto pembayaran atas jasa yang tercantum dalam faktur atau kontrak. - Terapkan Tarif yang Berlaku
(Catatan penting: tarif PPh Pasal 23 dapat berubah sesuai peraturan konfirmasikan tarif saat ini di DJP atau peraturan terbaru sebelum memotong.) Setelah mengetahui tarif, wajib pajak menghitung jumlah potongan dengan rumus: DPP × tarif. - Buat Bukti Potong (e-Bupot)
Setelah memotong, wajib pajak menerbitkan bukti potong PPh 23 (misalnya e-Bupot), menyerahkannya kepada penerima jasa, lalu melaporkannya ke DJP. - Setor & Laporkan
Wajib pajak menyetor PPh yang telah dipotong ke kas negara sesuai jadwal, lalu melaporkan pembukuan serta SPT Masa PPh Pasal 23 tepat waktu.
Tip operasional: Simpan semua kontrak, faktur dan bukti potong elektronik untuk audit dan rekonsiliasi.
Contoh Perhitungan (Hipotesis untuk Ilustrasi)
Catatan: Contoh berikut bersifat ilustratif. Pastikan tarif yang Anda gunakan sesuai aturan terbaru.
Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan membayar jasa outsourcing sebesar Rp 50.000.000 bruto untuk satu periode, lalu perusahaan tersebut menghitung PPh Pasal 23 dengan tarif 2% sesuai ketentuan yang berlaku.
- Dasar pengenaan (DPP): Rp 50.000.000
- Tarif (asumsi ilustratif): 2%
- Pajak yang dipotong: Rp 50.000.000 × 2% = Rp 1.000.000
- Jumlah yang dibayarkan ke penyedia jasa setelah potong pajak: Rp 50.000.000 − Rp 1.000.000 = Rp 49.000.000
Setelah pemotongan, terbitkan bukti potong dan setor pajak sesuai ketentuan. Ingat: cek tarif resmi sebelum melakukan pemotongan.
Perusahaan wajib melaksanakan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23 atas jasa outsourcing dengan teliti, yaitu mengidentifikasi objek, memverifikasi NPWP, menghitung berdasarkan DPP yang benar, menerbitkan bukti potong, dan melaporkannya sesuai ketentuan. Studi kasus PT. Karang Putih Sejati Padang menunjukkan praktik yang baik pada perusahaan yang melaksanakan langkah-langkah tersebut secara benar dan terdokumentasi. Selalu perbarui informasi tarif dan aturan melalui sumber resmi untuk memastikan kepatuhan penuh.***