Dalam dunia properti dan konstruksi, ada dua istilah yang sering muncul namun sering pula menimbulkan kebingungan: Gross Building Area (GBA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB).
Keduanya sama-sama penting dalam perencanaan bangunan, tetapi memiliki fungsi dan arti yang berbeda. Agar tidak salah, mari kita bahas secara mendalam apa itu GBA, bagaimana perbedaan istilah ini dengan ukuran luas bangunan lain, serta aturan hukum yang mengatur GSB di Indonesia.
Gross Building Area (GBA)
Menurut The Ohio State University, Gross Building Area (GBA) adalah ukuran yang digunakan untuk menghitung total luas lantai sebuah bangunan. Perhitungan dilakukan dari permukaan luar dinding eksterior, sehingga semua ruang yang tertutup mulai dari basement, ruang mekanikal, penthouse, hingga lantai utilitas masuk ke dalam hitungan.
Karakteristik GBA antara lain:
- Menghitung seluruh lantai tertutup, termasuk basement dan ruang mekanikal.
- Diukur dari permukaan terluar dinding bangunan.
- Tidak mengecualikan area internal seperti koridor, lobi, atau ruang servis.
- Tidak memasukkan area parkir terbuka maupun garasi luar.
Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Berbeda dengan GBA yang berhubungan dengan luas lantai, GSB (Garis Sempadan Bangunan) adalah garis batas minimum yang tidak boleh dilewati saat mendirikan bangunan menurut penjelasan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW).
GSB memastikan adanya jarak aman antara bangunan dengan elemen eksternal, seperti:
- Jalan raya atau jalur lalu lintas,
- Sungai, danau, atau pantai,
- Rel kereta api,
- Jaringan listrik tegangan tinggi,
- Batas lahan milik tetangga.
Fungsi utama GSB tidak hanya untuk keamanan, tetapi juga untuk memastikan kualitas lingkungan, sirkulasi udara, pencahayaan alami, hingga estetika tata kota.
GSB dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
- GSJ (Garis Sempadan Jalan): Batas bangunan dengan ruang milik jalan.
- GSB Depan/Samping/Belakang: Jarak minimum bangunan ke sisi lahan.
- GSS/GSP/GSD: Garis sempadan khusus untuk sungai, pantai, dan danau.
- GSKa: Garis sempadan di sekitar rel kereta api.
Dasar Hukum GSB di Indonesia
Pengaturan GSB tidak bisa diabaikan karena memiliki dasar hukum yang jelas, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 13 menjelaskan GSB sebagai batas minimum jarak bangunan terhadap lahan yang dikuasai.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU)
Permen PU No. 06/PRT/M/2007: Mengatur pedoman umum tata bangunan dan lingkungan.
Permen PU No. 20/PRT/M/2011: Menegaskan bahwa GSB dan GSJ merupakan bagian dari Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
3. Rencana Tata Ruang dan Peraturan Daerah (Perda)
Setiap daerah memiliki aturan sendiri. Misalnya, DKI Jakarta mengatur GSB melalui Perda No. 7 Tahun 1991 yang kemudian diperbarui dengan Pergub No. 31 Tahun 2022.
4. Kewenangan Kepala Daerah
Jika GSB belum ditetapkan permanen, kepala daerah berhak menetapkan GSB sementara saat pengajuan IMB.
Perlu diketahui bahwa GSB tidak sama dengan GBA. GSB berbicara soal jarak atau batas bangunan terhadap lahan, sedangkan GBA terkait dengan luas lantai bangunan dari sisi dinding luar.
Meski berbeda, keduanya saling berkaitan dalam perencanaan arsitektur. GSB menentukan di mana bangunan boleh didirikan, sedangkan GBA menghitung seberapa luas ruang yang bisa dibangun di atas lahan tersebut.***