Follow
Follow

Pembayaran Interest During Construction Adalah Apa? Ini Perhitungan IDC Penilaian

Kenali apa itu Payment Interest During Construction (IDC) dalam penilaian properti. Penjelasan & perhitungan IDC berdasarkan praktik valuasi profesional.

Interest During Construction (IDC) adalah biaya bunga yang timbul selama fase konstruksi dan biasanya dikapitalisasi ke dalam total biaya pembangunan proyek.

Hitungan IDC memengaruhi total biaya proyek, kebutuhan pembiayaan, serta nilai pasar atau nilai wajar aset akhir sehingga penilai dan investor harus memperhitungkannya.

Apa itu Interest During Construction (IDC) dan mengapa penting?

Dikutip dari laman Financial Edge dan viewpoint.pwc.comper, Interest During Construction (IDC) merupakan bunga yang dibebankan pada pendanaan utang selama fase konstruksi saat proyek belum menghasilkan pendapatan operasional.

Kapitalisasi bunga ini menambah total pengeluaran modal (CAPEX) proyek dan mengubah basis biaya yang digunakan dalam proses valuasi.

Jika penilai memasukkan IDC secara benar dalam laporan valuasi, estimasi biaya perolehan mencerminkan total biaya wajar yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek.

Sebaliknya, mengutip dari laman SPDbox.com, pengabaian IDC akan meremehkan biaya perolehan, memengaruhi proyeksi margin, kebutuhan modal, dan ekspektasi pengembalian investor.

Prinsip dan langkah perhitungan IDC

Penilai dan analis keuangan umumnya mengikuti beberapa langkah dasar saat menghitung IDC sebagaimana dirangkum dari Financial Adge, Toolbox Komunitas dan Infestorpedia. Pertama, tentukan durasi konstruksi proyek (mis. 24 bulan untuk proyek dua tahun). Kedua, susun jadwal drawdown/pencairan dana sesuai kebutuhan CAPEX, apakah pencairan penuh di awal, bertahap, atau sesuai kemajuan fisik.

Ketiga, tentukan tingkat bunga yang relevan: gunakan fixed rate atau floating rate; bila floating, acukan pada forward curve/benchmark seperti EURIBOR, SOFR, atau suku bunga pasar lokal.
Keempat, kapitalisasi bunga, jika bunga tidak dibayar saat berjalan, tambahkan bunga setiap periode ke saldo utang sehingga bunga tersebut berputar (compound).

Kelima, hitung akumulasi IDC hingga proyek selesai dan tambahkan jumlah tersebut ke total biaya proyek sebagai bagian dari basis penilaian.

Contoh perhitungan sederhana

Dikutip dari laman Financial Adge, Toolbox Komunitas dan Infestorpedia, berikut contoh perhitungan sederhana:

  • Asumsi contoh: pokok pinjaman Rp10.000.000.000 (Rp10 miliar), durasi konstruksi 2 tahun, suku bunga 10% per tahun, dan drawdown penuh di awal.
  • Perhitungan: tahun pertama bunga = 10% × Rp10.000.000.000 = Rp1.000.000.000; penilai menambahkan jumlah ini ke saldo utang.
  • Utang di akhir tahun pertama menjadi Rp11.000.000.000 setelah kapitalisasi bunga.
  • Tahun kedua, bunga = 10% × Rp11.000.000.000 = Rp1.100.000.000.
  • Total IDC selama konstruksi = Rp1.000.000.000 + Rp1.100.000.000 = Rp2.100.000.000; jumlah ini harus masuk dalam perhitungan biaya perolehan proyek.
  • Catatan praktis: bila drawdown berlangsung bertahap (mis. bulanan sesuai kemajuan kerja), penilai menghitung bunga per periode berdasarkan saldo aktual; pendekatan ini lebih realistis.

Jika proyek menggunakan suku bunga floating, penilai biasanya memakai forward-rate atau kurva pasar untuk memproyeksikan bunga masa depan agar perhitungan lebih akurat.

Metode lanjutan dan variasi perhitungan

Untuk proyek yang kompleks, penilai bisa memakai model drawdown bertahap yang menghitung bunga atas saldo yang berubah tiap periode, metode ini mencerminkan kondisi riil proyek bertahap.
Penggunaan forward-rate atau market curve (EURIBOR/SOFR atau kurva lokal) membantu memproyeksikan floating-rate secara lebih tepat.
IDC hanya mencakup bunga pembiayaan selama durasi konstruksi normal, dan tidak menyertakan biaya akibat keterlambatan konstruksi, seperti penalti atau overhead tambahan.

Praktik penilaian IDC di Indonesia

Di Indonesia, penilai biasanya menghitung IDC hanya untuk durasi konstruksi normal berdasarkan jadwal yang diajukan pengembang atau kontrak.

  • – Penilai jarang menambahkan alokasi IDC ekstra untuk risiko keterlambatan kecuali ada bukti kontraktual atau fakta yang mendukung penyesuaian tersebut.
  • Pendekatan ini menjaga objektivitas dan konsistensi antar laporan valuasi sehingga memudahkan perbandingan proyek.
  • Auditor, bank pemberi pinjaman, dan investor biasanya meminta rincian asumsi perhitungan IDC termasuk suku bunga yang dipakai, jadwal drawdown, dan kebijakan kapitalisasi bunga.

Dampak IDC pada keputusan pembiayaan dan investasi

IDC menambah kebutuhan modal pasca-konstruksi, sehingga margin proyek akan tertekan jika pendapatan tidak naik sesuai proyeksi. Apabila pembiayaan tidak memperhitungkan IDC secara memadai, proyek berisiko memerlukan refinancing setelah konstruksi selesai.

Investor dan pemilik proyek harus memasukkan IDC dalam perhitungan IRR dan NPV agar estimasi return mencerminkan biaya penuh proyek.

Contoh Kasus

Contoh studi kasus Perhitungan Biaya Investasi dan Penentuan Harga Tarif Listrik pada Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia.

Interest During Construction (IDC): Peran, Perhitungan, dan Dampaknya pada Penentuan Tarif Listrik untuk PLTN Pertama di Indonesia

Contoh kasus ini diambil dari penelitian Muhamad Nasrullah dan Sudi Arianto yang dipublikasikan di laman media.neliti.com berjudul ‘Perhitungan Biaya Investasi dan Penentuan Harga Tarif Listrik pada Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia’.

Pembangunan pembangkit listrik memerlukan perencanaan investasi yang sangat teliti karena biaya yang timbul sebelum unit beroperasi dapat menentukan apakah proyek layak atau tidak.

Analisis Perhitungan

Mereka mencontohkan skenario pembiayaan untuk PLTN jenis PWR berkapasitas 2 × 1.050 MWe dan memakai masa konstruksi selama tujuh tahun. Dengan jadwal pencairan bertahap seperti ini, setiap tranche pembayaran menimbulkan akumulasi bunga sampai PLTN mulai beroperasi; itulah sumber utama perhitungan IDC.

Secara praktis, tim peneliti menghitung terlebih dahulu overnight cost total biaya konstruksi dasar tanpa memasukkan eskalasi maupun IDC, sebagai dasar. Dalam studi yang mereka pakai sebagai referensi, overnight cost tercatat sebesar US$ 2.682.865.200. Angka-angka ini menggambarkan bahwa IDC dan eskalasi dapat menambah beban investasi hampir 19,4% dari overnight cost.

Perhitungan Present Value

Dari perhitungan present value atas komponen-komponen tarif tersebut, studi menemukan bahwa levelized tariff PLTN berada di kisaran 4,57 cents/kWh.

Untuk mengevaluasi kelayakan finansial keseluruhan, peneliti memakai metrik standar: NPV, IRR, WACC, Benefit-Cost Ratio (BCR), dan payback period. Penelitian acuan menghitung NPV positif, yakni sekitar US$ 647 juta pada salah satu skenario. Perhitungan tersebut juga menunjukkan WACC sekitar 7,7%, sementara hasil IRR menampilkan perbedaan antara IRR proyek dan IRR ekuitas.

Studi tersebut juga menekankan pentingnya analisis sensitivitas. Mereka menilai dampak variasi tarif pada IRR proyek dan IRR ekuitas. Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa kenaikan tarif ke kisaran yang lebih menarik bagi investor, yaitu sekitar 4,87 hingga 5,11 cents/kWh.

Mendorong IRR ekuitas berada pada level wajar sesuai ekspektasi investor, yakni sekitar 12–13% berdasarkan asumsi penelitian. Dengan kata lain, penentuan tarif harus mempertimbangkan dua sisi, kemampuan menutup biaya (levelized cost) dan daya tarik bagi investor (IRR ekuitas lebih tinggi dari WACC).

Kebijakan dan Praktik Penilaian

Dari sisi kebijakan dan praktik penilaian, laporan itu menjabarkan beberapa pelajaran penting yang bersifat praktis.

Keputusan developer untuk menangguhkan dan mengkapitalisasi bunga selama masa pembangunan atau membayarnya langsung akan mengubah profil kewajiban serta memengaruhi kebutuhan likuiditas perusahaan.

Ketiga, perhitungan tarif yang hanya mengandalkan biaya dasar tanpa memasukkan eskalasi dan IDC cenderung menghasilkan ekspektasi biaya yang terlalu rendah, sehingga berisiko menimbulkan kekurangan pembiayaan saat proyek berjalan.

Sebagai rekomendasi operasional, tim peneliti menyarankan agar perencana proyek dan penilai:

  1. Menyusun jadwal penyaluran dana yang realistis dan mendetail untuk menghitung IDC secara akurat.
  2. Melakukan simulasi eskalasi harga, variasi suku bunga, dan proporsi pendanaan debt-equity untuk memahami rentang kemungkinan WACC dan IRR.
  3. Menyediakan analisis sensitivitas yang lebih luas sehingga pembuat kebijakan mendapatkan gambaran skenario optimis-pesimis sebelum menetapkan tarif atau mencari investor.
    Neliti

Dengan memasukkan IDC dan eskalasi mulai tahap perencanaan, pemangku kepentingan dapat menyusun struktur pembiayaan yang lebih realistis dan menurunkan risiko kegagalan pembiayaan di kemudian hari.***

Comments
Join the Discussion and Share Your Opinion
Add a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami
Nilai Tepat, Keputusan Kuat
Punya proyek yang ingin didiskusikan atau sekadar ingin bertanya soal penilaian aset? Isi formulir di bawah, dan saya akan segera menghubungi Anda.