Menyerahkan salinan (fotokopi) sertifikat tanah kepada orang yang baru dikenal merupakan tindakan yang sangat berisiko. Pihak yang tidak bertanggung jawab dapat menyalahgunakan fotokopi sertifikat untuk memalsukan dokumen, bahkan mengambil alih hak kepemilikan tanah dari pemilik asli, yang berpotensi menyebabkan sengketa kepemilikan yang serius.
Pentingnya Sertifikat Tanah
Pemilik tanah sebaiknya tidak menyerahkan sertifikat asli maupun fotokopinya kepada pihak yang tidak dikenal, kecuali kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam konteks transaksi resmi, seperti jual beli atau jaminan utang. Penyalahgunaan sertifikat dapat menyebabkan risiko seperti pemalsuan dokumen, munculnya sertifikat ganda, hingga proses hukum yang rumit bagi pemilik tanah.
Banyak pemilik tanah mengira bahwa memberikan fotokopi sertifikat hanya sebuah formalitas kecil. Dengan salinan tersebut, mereka bisa memalsukan dokumen hingga mengklaim tanah milik orang lain sebagai milik mereka sendiri.
Selain itu, dikutip dari laman untar.ac.id dan perqara.com fotokopi yang disebar tanpa pengamanan bisa dipakai untuk membuat sertifikat ganda, yaitu satu bidang tanah memiliki dua sertifikat. Akibatnya, sengketa pertanahan muncul dan pemilik asli dirugikan.
5 Bahaya Menyerahkan Fotokopi Sertifikat
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah lima bahaya utama yang harus Anda waspadai:
1. Pemalsuan Dokumen dan Sertifikat Ganda
Orang yang tidak bertanggung jawab dapat menggunakan fotokopi sertifikat untuk membuat sertifikat palsu. Akibatnya, satu bidang tanah dapat memiliki lebih dari satu sertifikat, yang dikenal sebagai sertifikat ganda. Situasi ini menciptakan tumpang tindih hak kepemilikan yang serius. Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau pengadilan harus membatalkan salah satu sertifikat untuk menentukan kepemilikan yang sah. Dengan adanya sertifikat palsu, mafia tanah dapat mengklaim kepemilikan tanah yang bukan hak mereka dan menggugat pemilik asli.
2. Sertifikat Tanah Digadaikan Tanpa Izin Pemilik
Pihak yang tidak bertanggung jawab dapat menyalahgunakan fotokopi sertifikat untuk menggadaikan tanah tanpa sepengetahuan pemilik. Bisa saja mereka mungkin meminjam fotokopi dengan alasan untuk memeriksa dokumen, lalu menggunakan salinan tersebut sebagai jaminan pinjaman atas nama mereka sendiri.
Dikutip dari laman pdb-lawfirm.id, dalam praktik yang sah, kreditor tidak dapat menagih pinjaman dari pemilik asli tanpa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang sah. Jika seseorang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) palsu tanpa tanda tangan pemilik, maka pemilik tanah berhak mengajukan pembatalan APHT tersebut ke pengadilan. Dengan kata lain, pemilik yang ceroboh menyerahkan fotokopi sertifikat berisiko menghadapi gadai ilegal atas nama mereka sendiri.
3. Modus Mafia Tanah dan Balik Nama Ilegal
Mafia tanah sering kali memanfaatkan fotokopi sertifikat untuk memalsukan dokumen seperti KTP atau surat kuasa, kemudian mengurus pergantian nama kepemilikan tanah secara ilegal. Misalnya, mereka berpura-pura sebagai calon pembeli dan meminjam sertifikat untuk diperiksa di kantor pertanahan. Setelah itu, mereka memalsukan sertifikat atau surat kuasa untuk mengurus sertifikat pengganti, lalu mengubah nama kepemilikan tanah tanpa izin pemilik asli. Kasus nyata menunjukkan bahwa seorang penipu berhasil menjual puluhan kavling tanah milik orang lain hanya dengan menggunakan sertifikat palsu. Balik nama ilegal seperti ini tidak hanya merugikan pemilik asli, tetapi juga memicu konflik hukum yang berkepanjangan.
4. Pemalsuan Surat dan Ancaman Pidana
Tindakan memalsukan sertifikat tanah merupakan kejahatan serius. Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjerat siapa pun yang membuat atau memalsukan surat, termasuk sertifikat tanah, dengan pidana hingga enam tahun penjara apabila ia menggunakannya seolah-olah asli dan perbuatannya menimbulkan kerugian. Hukum pidana tersebut juga mengancam siapa pun yang menggunakan sertifikat palsu tanpa sepengetahuan pemilik dengan hukuman yang sama. Ancaman pidana ini menegaskan pentingnya menjaga keaslian dokumen sertifikat dan tidak sembarangan menyalin atau menyebarkannya.
5. Proses Hukum yang Rumit dan Berbiaya Tinggi
Jika terjadi kasus pemalsuan, pemilik asli harus menempuh proses hukum yang panjang dan melelahkan. Pemilik tanah wajib melaporkan tindakan pidana ke kepolisian untuk membuktikan kepemilikannya dan menyiapkan bukti lengkap berupa sertifikat asli, salinan sertifikat yang diduga dipalsukan, fotokopi KTP, serta tanda bukti pembayaran pajak (SPPT) tanah tersebut. Selain itu, pemilik juga perlu mengajukan Surat Keterangan ke BPN untuk menegaskan keaslian sertifikat mereka. Proses hukum, mulai dari penyidikan hingga putusan pengadilan, memakan waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar, sehingga sangat merugikan pemilik tanah.
Cara Menghindari Risiko Penyalahgunaan Sertifikat
Untuk melindungi aset tanah Anda, ikuti langkah-langkah pencegahan berikut dirangkum dari laman resmi Kementerian ATR/BPN:
Jangan Menyerahkan Salinan Lengkap
Perqara dan Kumparan menegaskan bahwa hanya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam transaksi resmi yang berhak menerima salinan tersebut. Dengan begitu jika orang asing meminta dokumen, tolak permintaan itu dengan sopan dan arahkan mereka untuk menggunakan jalur resmi.
- Berikan Salinan Terbatas dengan Watermark
Tambahkan cap atau watermark jelas, misalnya “COPY: untuk tujuan cek KPR pada Tanggal XX”, untuk mencegah penyalahgunaan dokumen sebagai sertifikat asli. - Periksa Kredibilitas Penerima
Pastikan Anda mengenal atau telah memverifikasi pihak yang akan menerima dokumen. Misalnya, jika bekerja sama dengan penilai publik (KJPP), periksa profil profesional dan izin resmi mereka yang terdaftar di Kementerian Keuangan. Hindari memberikan dokumen kepada pihak anonim. Penilai berpengalaman selalu menjaga prinsip kerahasiaan dan integritas dalam menangani sertifikat. - Gunakan Media Tercatat untuk Softcopy
Jika mengirim salinan sertifikat secara elektronik, gunakan saluran komunikasi yang memiliki jejak, seperti email atau platform resmi. Dengan cara ini, Anda memiliki bukti bahwa dokumen telah dikirim kepada penerima tertentu. Jangan serahkan dokumen secara fisik jika tidak diperlukan, dan selalu dokumentasikan setiap transfer data elektronik agar Anda mudah menelusurinya di kemudian hari. - Manfaatkan Sertifikat Elektronik
Kini, pendaftaran sertifikat tanah secara digital sudah tersedia. Pemegang hak menyimpan sertifikat elektronik di “brankas digital” pribadinya, dan sistem melengkapinya dengan kode QR untuk memverifikasi keaslian. Bank atau pembeli dapat memindai kode QR untuk memastikan keaslian sertifikat secara cepat dan resmi.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, Anda dapat meminimalkan peluang penjahat menyalahgunakan fotokopi sertifikat tanah Anda untuk tujuan jahat. Intinya, selalu jaga dokumen kepemilikan asli dan berikan salinan sesedikit mungkin.
Jika ada permintaan untuk memverifikasi keaslian sertifikat, arahkan pihak lain untuk memeriksanya langsung melalui sistem BPN menggunakan nomor sertifikat, daripada menyerahkan salinan. Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian di atas, Anda dapat terhindar dari kerugian material dan hukum yang serius.
Contoh Kasus: Pemalsuan SK Camat yang Melahirkan Sertifikat Palsu

Adapun caontoh kasus dikutip dari Tesis dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Pemalsuan Surat Keterangan Camat yang Melahirkan Sertifikat Tanah Palsu, penulis Rudi Handoko, Universitas Medan Merdeka.
Masyarakat Indonesia menempatkan tanah sebagai aset penting dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Sertifikat Hak Milik (SHM) berfungsi sebagai bukti sah kepemilikan tanah. Masalah serius muncul ketika seseorang memalsukan Surat Keterangan (SK) Camat untuk memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM). Pemalsuan ini tidak hanya merugikan pemilik tanah yang sah, tetapi juga menimbulkan sengketa, mengacaukan administrasi, dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
Rudi Handoko melalui penelitian di Universitas Medan Area mengkaji pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemalsuan SK Camat yang menghasilkan sertifikat tanah palsu. Ia juga meneliti bagaimana Polres Pelabuhan Belawan menangani kasus tersebut.
Landasan Hukum Pemalsuan Dokumen
Adapun hukum pidana Indonesia mengatur secara tegas perbuatan pemalsuan. KUHP menyebutkan:
- Pasal 263 KUHP menjerat siapa pun yang memalsukan surat untuk merugikan orang lain.
- KUHP melalui Pasal 264–276 memperberat hukuman bagi pelaku yang memalsukan akta otentik atau dokumen penting.
- Pasal 55 dan 56 KUHP mengatur hukuman bagi pihak yang membantu atau ikut serta dalam pemalsuan (deelneming).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria bersama Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan sertifikat tanah sah apabila seluruh dokumen pendukung benar dan dapat diverifikasi. Artinya, sertifikat yang lahir dari dokumen palsu secara hukum tidak memiliki kekuatan.
Faktor Penyebab Pemalsuan Surat Keterangan Camat
Penelitian ini sang penulis menyoroti bahwa praktik pemalsuan dokumen pertanahan tidak berdiri sendiri. Banyak faktor mendorong lahirnya sertifikat palsu, antara lain:
- Penerapan hukum yang tidak konsisten. Aparat belum melaksanakan aturan secara tegas dan menyeluruh.
- Penegakan hukum yang kurang transparan. Praktik pilih kasih dan lemahnya pengawasan membuka peluang penyalahgunaan.
- Administrasi pertanahan yang longgar. Camat maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) sering lalai memverifikasi berkas.
- Minimnya pengetahuan hukum masyarakat. Warga yang tidak memahami aturan mudah terbujuk untuk menggunakan cara tidak sah.
- Dorongan ekonomi. Kesulitan finansial mendorong sebagian orang mengambil jalan pintas melalui pemalsuan.
- Keterlibatan aparat desa/kecamatan. Oknum pejabat sering menyalahgunakan kewenangannya.
- Kelalaian pejabat BPN. Kurangnya ketelitian pegawai dalam memeriksa dokumen membuat sertifikat palsu lolos ke sistem resmi.
Kebijakan Hukum Pidana
Penelitian ini menekankan perlunya kebijakan hukum yang menyentuh aspek represif dan preventif.
- Kebijakan Penal (Represif).
Aparat harus menjerat pelaku pemalsuan dengan pasal-pasal pidana yang berlaku. Proses hukum tegas memberi efek jera dan menegaskan bahwa negara melindungi hak pemilik tanah yang sah. - Kebijakan Non-Penal (Preventif).
Pemerintah dan aparat perlu memperbaiki sistem administrasi pertanahan, memperketat pengawasan, dan meningkatkan edukasi hukum bagi masyarakat. BPN serta pemerintah kecamatan harus menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap prosedur penerbitan dokumen.
Kasus pemalsuan SK Camat ini yang berujung pada sertifikat tanah palsu membuktikan bahwa sistem administrasi pertanahan masih rentan. Pemalsuan ini menimbulkan kerugian besar, baik bagi individu maupun negara.
Harapannya Aparat penegak hukum wajib menindak tegas pelaku melalui jalur pidana, sementara pemerintah harus memperbaiki sistem agar masyarakat tidak lagi mudah memanfaatkan celah hukum. Dengan penerapan kebijakan yang seimbang antara penindakan represif dan pencegahan administratif, kepastian hukum di bidang pertanahan dapat tercapai.***